Manado – Saksi Tergugat Justru Kuatkan Dalil Penggugat: Babak Baru Sengketa Tanah Desa Sea di PTUN Manado. Sidang sengketa tanah di Desa Sea, Kabupaten Minahasa, kembali menghadirkan babak menarik di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Manado, Senin (3/11/2025).Perkara dengan nomor 19/G/2025/PTUN.Mdo ini kian menyorot perhatian publik setelah keterangan saksi dari pihak tergugat justru memperkuat dalil penggugat yang diwakili kuasa hukum Noch Sambouw Cs.
Dalam persidangan, pihak penggugat lebih dulu menghadirkan Michael Van Essen, anak dari pemilik awal lahan yang menjadi objek sengketa. Michael menegaskan, keluarganya tidak pernah menjual tanah tersebut kepada Yan Mumu sebagaimana tercantum dalam akta jual beli hak erfpacht tahun 1953.“Oma dari ayah saya, Sophia Furhop Van Essen, sudah wafat pada tahun 1940-an. Jadi tidak mungkin beliau menjual tanah di tahun 1953,” tegas Michael di hadapan majelis hakim.
Michael juga menjelaskan tanah bekas hak barat tersebut merupakan milik perusahaan keluarga Van Essen yang didirikan pada 1908 oleh leluhurnya, Sofia Furhop Van Essen, bersama anak-anaknya. Perusahaan itu berbentuk firma keluarga yang mengelola sekitar 40 hektare lahan dan sebagian besar telah diserahkan kepada masyarakat kurang mampu.Lebih lanjut, ia memastikan bahwa ayahnya, Louis Ruken Van Essen, yang telah menjadi warga negara Indonesia sejak 1951, tidak pernah melakukan transaksi penjualan tanah kepada pihak mana pun, termasuk kepada Yan Mumu.
Kuasa hukum penggugat, Noch Sambouw, SH, MH, menyebut keterangan Michael Van Essen memperkuat argumentasi hukum pihaknya. Ia menegaskan, sejak awal 1960-an lahan tersebut telah diserahkan kepada masyarakat Desa Sea untuk dikelola. “Tanah itu sudah diberikan kepada warga Desa Sea sejak tahun 1961-1962. Mereka menduduki, mengolah, dan menguasai lahan tersebut secara turun-temurun,” ujar Noch.
Menurutnya, penerbitan sertifikat atas nama pihak lain oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Minahasa dilakukan secara tidak prosedural. Ia menyebut, terdapat kejanggalan serius dalam proses administrasi yang melibatkan tanah bekas hak barat tersebut.
Baca Juga : Kemenkumham Sulut Bakal Terlibat Aktif, Dampingi DPRD Sulut Bentuk Peraturan Daerah

Noch juga menyoroti kesaksian Kadir Antolonga, yang dihadirkan pihak tergugat intervensi, karena dinilainya tidak memiliki kapasitas dan tidak mengetahui secara langsung sejarah maupun kondisi faktual lahan yang disengketakan. Sementara itu, kesaksian James Royke Sangian, mantan Hukum Tua Desa Sea, dinilai semakin memperkuat posisi penggugat.
James, kata Noch, menyatakan sejak awal 1900-an hingga kini, tanah-tanah bekas milik keluarga Van Essen telah lama dikelola masyarakat Desa Sea. “Meski sertifikat tanah diterbitkan pada 1995 yakni sertifikat nomor 66, 67, dan 68, masyarakat tetap menguasai dan memanfaatkan lahan tersebut hingga sekarang,” ujar Noch mengutip kesaksian James.
Dari berbagai keterangan tersebut, Noch menyimpulkan jika penerbitan sertifikat dimaksud cacat hukum dan maladministrasi. Ia juga mengungkapkan adanya kejanggalan administratif lain seperti proses pembuatan dokumen konversi dan surat-surat pendukung untuk sertifikat 66, 67, dan 68 justru dilakukan di Kelurahan Malalayang Dua, bukan di wilayah Desa Sea tempat objek tanah berada.
“Bagaimana mungkin objek tanah berada di Desa Sea, tetapi seluruh dokumen pengurusan justru diterbitkan di Malalayang Dua oleh pemerintah setempat. Ini menunjukkan ada prosedur yang tidak semestinya,” bebernya.
Sidang ini akan kembali dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan dokumen final, dan publik menanti langkah PTUN Manado dalam menilai bukti-bukti yang kini semakin mengerucut pada dugaan cacat administrasi penerbitan sertifikat tanah di Desa Sea.
Sidang yang dipimpin Majelis Hakim yang diketuai Erick Siswandi Sihombing SH, MH, serta Hakim Anggota Ridhal Rinaldy SH dan Fitriyanti Arsyad SH akan dilanjutkan Selasa pekan depan.






